Selasa, 05 Januari 2010
Busana Tradisional Nias
Orang Nias, penduduk pulau Nias di pantai Selatan Sumatera memiliki variasi busana tradisional yang menambah keanekaragaman busana sukubangsa-sukubangsa di Sumatera Utara. Orang-orang Nias pada masa lampau adalah prajurut-prajurit perang yang gagah berani. Dunia peperangan yang begitu dekat dalam kehidupan masyarakatnya membentuk "budaya perang" yang juga perpengaruh pada busana tradisional orang Nias, khususnya busana kaum prianya.
Dalam keseharian masyarakat Nias mengenal busana asli yang belum memperoleh pengaruh luar, yaitu cawat atau celana yang terbuat dari bahan kulit kayu. Cara penggunaannya adalah hanya dengan melilitkannya di pinggang dan kekenakan tanpa baju. Perlengkapan busana ini adalah tombak dan pisau kecil.
Untuk upacara, busana kaum laki-laki Nias, terdiri dari baru atau baju yang aslinya terbuat dari bahan kulit kayu, namun saat ini sudah merupakan gabungan dengan kain katun.Baju berbentuk rompi tidak berkancing ini berwarna dasar coklat atau hitam dan dengan ornamen berwarna merah, kuning, dan hitam.
Salah satu jenis baru yang dikenal masyarakat Nias adalah baru ni`ola`a harimao, yaitu baju dengan motif kulit harimau. Selain model rompi ada juga baju berlengan tanpa kancing yang juga terbuat dari bahan kulit kayu, yaitu baru lema`a.
Laki-laki Nias kebanyakan menggunakan kalabubu sebagai penghias leher. Kalabubu adalah kalung untuk laki-laki yang terbuat dari kuningan dan dilapis dengan potongan kayu kelapa (aslinya dilapisi dengan emas). Jenis kalung lainnya adalah nifatali, kalung yang terbuat dari lilitan perak atau emas dan nifato-fato, kalung yang terbuat dari lempengan kuningan, perak atau emas. Salah satu bentuk tutup kepala yang digunakan adalah saembu oti.
Tutup kepala ini terbuat dari bahan rotan dililit kain akantun berwarna biru, merah dan putih. Tutup kepala ini digunakan pada saat upacara saja. Sementara itu, salah satu jenis tutup kepala khusus untuk perang disebut tete naulu, yang terbuat dari rajutan rotan dilengkapi dengan daun pelem sebagai penutup di bagian belakang. Ada juga tutup kepala, yang disebut takula, terbuat dari daun palem, rotan dan pelepah kelapa. Selain itu, masih banyak lagi jenis tutup kepala lainnya. Baik dari jenis yang hanya dikenakan oleh kaum bangsawan serta tutup kepala khusus untuk kepala wilayah.
Busana asli wanita suku bangsa Nias hanya terdiri dari lembaran kain (bahan blacu hitam atau kulit kayu), tanpa busana atas (baju penutup dada). Busana ini dilengkapi dengan aja kola, yaitu gelang yang terbuat dari bahan gulungan kuningan dengan berat mencapai 1 kilogram (khusus untuk perempuan dewasa mengenakan dua buah gelang), dan saro dalinga, yaitu anting logam besar, yang biasanya hanya dikenakan pada telinga kanan saja.
Untuk menghadiri upacara adat, biasanya dikenakan baju berbentuk jaket atau jubah berbahan katun, yang berwarna merah, berlengan kuning dihias motif sisir berwarna hijau atau kehitaman. Busana ini dilengkapi dengan balahogo sokondra, yaitu salah satu jenis penutup baju bagian atas (seperti kalung) yang terbuat dari bahan batu batuan. Selain itu masih ada jenis lain seperti balahogo rate, aya ba mbagi bobotora. Bagian bawah busana wanita Nias disebut mukha, yang terbuat dari panel warna kuning dihiasi oleh bermacam ornamen dipinggirnya, dikenakan untuk menutupi pinggang ke bawah (bentuknya mirip dengan kain panjang). Lembe, sebuah selendang katun bermotif bunga berwarana kuning dan segitiga berbaris dilapisi pinggir dari bahan berwarna gelap kehitaman menjadi pelengkap busana ini.
Sebagai kelengkapan busana upacara, wanita Nias mengenal beberapa jenis asesoris. Gela gela dan tali hu, adalah nama jenis anting yang digunakan oleh masyarakat kebanyakan, terbuat dari ,lingkaran terbuka dari bahan perunggu dengan hiasan batu batuan atau kerang. Selain itu, masih ada bola-bola, yaitu asesoris wanita berbentuk tas berbahan bambu dengan hiasan manik-manik berwarna-warni, yang hanya digunakan oleh wanita bangsawan. Fondruru ana`a, adalah salah satu jenis anting terbuat dari emas, yang juga banyak digunakan oleh kaum bangsawan. Demikian pula rai ni woli woli, salah satu jenis mahkota yang terbuat dari emas berbentuk ikat kepala dengan ornament barisan koin emas memanjang horizontal dan ditengah bagian belakang terdapat kepala mahkota berbentuk bunga dan daun daunan. Saat ini mahkota ini banyak digunakan sebagai bagian dari pakaian tari, hanya bahannya bukan terbuat dari emas.
Busana pengantin Nias secara keseluruhan pun nampak sederhana, sebagaimana menggambarkan kehidupan masyarakatnya yang bersahaja. Apabila di masa lalu, sebelum mengenal pengaruh luar, pakain tradisional Nias menggunakan bahan Wit kayu, maka kini untuk busana pengantinnya digunakan bahan beludru. Warna hitam, merah, kuning, dan emas mendominasi busana pengantin Nias. Dalam busana pengantin ini, tampak adanya unsur-unsur Melayu.
Rambut wanita Nias disanggul tanpa sasak dengan memakai sunggar. Kemudian dihias dengan mahkota atau rai. Baju berbentuk jubah hitam ayng berhiaskan motif binatang dari beludru merah dipadukan dengan kabo, kain hitam dengan ornamen geometris segitiga berbaris di sisi pinggirnya, yang disarungkan arah ke kiri. Untuk perlengkapannya mempelai wanita mengenakan seledra (selendang) dan boba datu (ikat pinggang). Perhiasan yang dipergunakan adalah sialu fondreun (anting-anting), alga kala bubu (kalung) dan gala (gelang).
Pengantin pria mengenakan celana hitam selutut, baju kuning berpotongan serong dari beludru yang diberi ornamen berwarna merah, kuning di bagian depan, separuh leher dan lengan. Bagian belakang baju ini lebih panjang dan bergambar matahari dan buaya.
Selembar ondora, yaitu selendang warna kuning dililitkan di pinggang. Adapun kelengkapan busana ini adalah rai, mahkota berbentuk ikat kepala dengan ujung meruncing segitiga ke atas, kala bobu, yaitu kalung warna hitam dan yang tidak boleh ketinggalan adalah talogu atau pedang.
referensi: www.tamanmini.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
bagaimana dengan pakaian adat jawa? Dan mengenai berbagai perhiasan pada pakaian adat jawa, itu melambangkan apa?
BalasHapus